Koruptor paling kakap di Indonesia adalah Soeharto, total korupsi 4.014 trilyun
Dilansir dari Kompas.id (16/2/2023), Soeharto kemudian memerintah selama lebih dari tiga dasawarsa melalui enam kali pemilu pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Namun, krisis ekonomi yang memicu ribuan mahasiswa menguasai gedung MPR/DPR pada Mei 1998 memaksa Soeharto mundur dari jabatannya sebagai presiden pada 21 Mei 1998. Wakil Presiden BJ Habibie kemudian melanjutkan sisa masa jabatannya hingga tahun 1999. Selama 32 tahun kekuasaan Soeharto di Indonesia, sejumlah kontroversi mewarnai perjalanan pria berjulukan "Jenderal Murah Senyum" itu.
Dikutip dari Visual Interaktif Kompas, salah satu kontroversi yang dialami Soeharto adalah dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme yang ia lakukan. Soeharto disebut mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan diri dan keluarganya. Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 1995 berisi aturan agar para pengusaha untuk menyumbang dua persen dari keuntungannya untuk Yayasan Dana Mandiri miliknya. Ia juga dianggap melakukan nepotisme dengan menempatkan anak sulungnya Tri Hardiyanti Rukmana sebagai menteri sosial pada 1998. Baca juga: Hari-hari Lengsernya Soeharto Setelah 32 Tahun Menjabat Presiden Dugaan korupsi di 7 yayasan Lihat Foto Pelantikan Presiden Soeharto yang mengawali masa orde baru.(wikimedia.org) Setelah Soeharto lengser dari posisi presiden, penyelidikan terkait kasus dugaan korupsi yang melibatkannya mulai dilakukan. Berikut kronologi pemeriksaan kasus tersebut. Kejaksaan Agung mulai menelusuri kasus penggunaan uang negara oleh tujuh yayasan milik Soeharto pada 1 September 1998. Tim Kejaksaan menemukan indikasi penyelewengan dana dan memeriksa tanah peternakan Tapos milik Soeharto. Pada 2 Desember 1998, Presiden BJ Habibie mengeluarkan Instruksi Presiden No. 30 Tahun 1998 yang isinya memerintahkan untuk mengusut harta Soeharto.
Hasil pemeriksaan menemukan, yayasan yang didirikan Soeharto memiliki kekayan mencapai Rp 4,014 triliun. Soeharto juga diketahui memiliki 72 rekening bank atas namanya dengan deposito Rp 24 miliar, uang Rp 23 miliar di rekening BCA, dan tanah 400.000 hektar atas nama keluarga Cendana. Orang terdekat Soeharto yakni Bob Hasan, Kim Yohannes Mulia, dan Deddy Darwis, serta putri sulungnya Siti Hardianti Rukmana ikut diperiksa atas kasus ini pada awal tahun 1999. Namun, pada 11 Oktober 1999, Kejagung mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap kasus dugaan korupsi Soeharto karena tidak mendapatkan bukti.
Jakwa Agung Marzuki Darusaman mencabut SP3 tersebut pada 8 Desember 1999. Pengajuan pihak Soeharto agar penyelidikan dihentikan juga ditolak. Kejagung memanggil Soeharto untuk diperiksa sebagai tersangka pada 14 Februari 2000. Namun, ia tidak hadir dengan alasan sakit. Akhirnya, pada 31 Maret 2000, ia dinyatakan sebagai tersangka penyalahgunaan dana atas yayasan sosial didirikannya. Soeharto seharusnya diperiksa pada 3 April 2000 tapi ditunda karena alasan sakit. Soeharto dikenakan tahanan rumah sejak 29 Mei 2000. Aset dan rekening yayasannya disita pada 15 Juli 2000. Baca juga: Tepat 15 Tahun Lalu, Soeharto, Presiden Paling Lama dalam Sejarah Indonesia Mangkat Resmi menjadi terdakwa Pada 3 Agustus 2000, Kejagung resmi menetapkan Soeharto sebagai terdakwa dugaan korupsi dana negara. Kasus perkaranya dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Jakarta. Soeharto dijadwalkan menjalani persidangan di gedung Departemen Pertanian pada 14 September 2000. Namun, ia tidak hadir dengan alasan sakit. Meski begitu, sidang tetap dijalankan sebagai in absentia. Namun kasus ini kembali dihentikan saat Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh mengeluarkan SP3 melalui Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan pada 11 Mei 2006.
Keputusan itu ditentang oleh PN Jakarta Selatan yang membatalkan SP3 pada 12 Juni 2006 dan mendesak tuntutan dugaan korupsi dilanjutkan. Penerbitan SP3 digugat ke praperadilan. Belakangan Pengadilan Tinggi Jakarta menyatakan SP3 Soeharto sah menurut hukum pada 1 Agustus 2006. Sehingga status Soeharto sebagai terdakwa dugaan korupsi yang melibatkan tujuh yayasan yang didirikannya dicabut. Diberitakan KompasTV (3 Agustus 2021), hasil penyidikan kasus dugaan korupsi tujuh yayasan Soeharto menghasilkan berkas setebal lebih dari 2.000 halaman. Berkas ini berisi hasil pemeriksaan 134 saksi fakta dan 9 saksi ahli, serta ratusan dokumen otentik hasil penyitaan tim Kejagung sejak tahun 1999. Soeharto meninggal dunia pada 27 Januari 2008 karena sakit.
No comments