The end of reason - Shawni
Review buku mencoba mengungkap apa yang menjadi butir penting dalam tulisan Da'ud ibn Tamam Ibn Ibrahim Al-Shawni. Setelah sukses dengan The Madness of God yang di terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia (Iblis menggugat Tuhan) kali ini Al-Shawni mencoba mengkaji bagaimana logika bisa menjelaskan keberadaan Tuhan dan bagaimana mendekatkan keilmiahan kepada keimanan.
The End of Reason dalam tiga bagian mengeksplorasi penggunaan akal rasional, terutama dalam bentuk penalaran analogis, untuk membenarkan cara-cara Tuhan kepada manusia dan untuk membahas bahkan kemungkinan keberadaan Tuhan. Ketergantungan pada agama "alami" ditolak dan karya tersebut menggarisbawahi pentingnya agama wahyu sebagai sumber pemahaman Tuhan, tetapi juga menunjukkan keterbatasan pemahaman itu, baik dalam istilah literal atau kiasan (analogis). Menggunakan kedua cerita asli dan menggambar lain dari kitab suci dan apokrifa Yahudi, Kristen, dan Muslim, penulis menghadapi kontradiksi logis dari monoteisme. Kadang-kadang provokatif, The End of Reason, seperti Kitab Ayub, adalah drama dengan sedikit tindakan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan tidak nyaman bagi mereka yang percaya kepada Tuhan.
The End of Reason dalam tiga bagian mengeksplorasi penggunaan akal rasional, terutama dalam bentuk penalaran analogis, untuk membenarkan cara-cara Tuhan kepada manusia dan untuk membahas bahkan kemungkinan keberadaan Tuhan. Ketergantungan pada agama "alami" ditolak dan karya tersebut menggarisbawahi pentingnya agama wahyu sebagai sumber pemahaman Tuhan, tetapi juga menunjukkan keterbatasan pemahaman itu, baik dalam istilah literal atau kiasan (analogis). Menggunakan kedua cerita asli dan menggambar lain dari kitab suci dan apokrifa Yahudi, Kristen, dan Muslim, penulis menghadapi kontradiksi logis dari monoteisme. Kadang-kadang provokatif, The End of Reason, seperti Kitab Ayub, adalah drama dengan sedikit tindakan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan tidak nyaman bagi mereka yang percaya kepada Tuhan.
Mungkin ini adalah jawaban yang telah lama dicari cari oleh para kalangan ilmiah dalam menggunakan rasionalisasi dan keilmiahan untuk bisa membuktikan bahwa kepercayaan bisa dibuktikan, setidaknya dengan cara berfikir. Dalam pembicaraan setiap hari kitapun tahu bahwa keilmiahan itu membicarakan banyak hal yang tidak bisa dijangkau oleh indra namun bisa dibuktikan lewat kekuatan berfikir, dan semua analogi fikiran itu bermuara pada satu hal yakni bahasa.
Dalam bahasa inilah kita bisa mengungkap bahwa hal hal yang sifatnya tersembunyi itu sebenarnya adalah sebuah dialog dialog yang tidak sempurna atau keterbuhubungan yang dibiarkan begitu saja. inilah yang menjadi menarik untuk dibahas dalam upaya upaya pembuktian adanya keberadaan kekuatan yang lebih tinggi.
Selain rasionalitas, analogi dan bahasa tentu yang harus digunakan dalam membentuk keberanian dalam berfikir adalah kebebasan, atau setidaknya bisa terjadi di alam pikir kita. Inilah apa yang selalu menjadikan langkah langkah kita pelan dalam mimpi, yang menghambat putaran dunia bahkan kita sedang berlari kencang. Keberanian inilah yang bisa menerbangkan pikiran ke sebuah tempat yang tidak bisa disamakan oleh manusia.; ketinggian. namun dibalik ketinggian itu kita masih mau turun dan menapakan kaki di bumi.
No comments