Breaking News

Filsafat Manusia, memahami manusia melalui filsafat - Abidin

Review buku ini ingin jauh mendalami dari segala kebenaran, yakni apa disebut kebenaran bisa menjangkau melebihi apa yang diindrakan. Pada umumnya pembaca menclok pada pemikiran Martin Heidegger, yakni menyibak keaslian sebuah fenomena, Heidegger dikenal memperkenalkan metode bernama fenomenologi.

Mereka yang mencoba langsung menerapkan ini tentu adalah sebuah mimpi buruk terutama bagi
penugas-akhir yang memakai metode ini, karena konon prosesnya ribet. Harus
wawancara, bikin kriteria-kriteria, dan lain sebagainya.

Lantas, apa itu fenomenologi? Dalam buku ini, akan dipaparkan jika fenomenologi adalah “upaya interpretasi atas makna tersembunyi dari setiap gejala Ada.” Jika Ada itu adalah ‘makna asli dari sebuah fenomena’.

Peneliti fenomenolog, ketika hendak menyibak gejala Ada — harus menahan asumsinya untuk mendapatkan keaslian makna dari yang ia teliti. “Gejala Ada berada di luar interpreter (peneliti.red),” ujar buku Namun, dalam metode fenomenologi, kita harus menyambangi langsung sang Habib, mewawancarainya, memerhatikan gerak-geriknya, menggali latar belakang kesejarahan mengapa imejnya bisa sedemikian garang di mata publik, apa sebabnya, dan lain sebagainya.

Alhasil kita mendapatkan gambaran utuh, sebelum kita sempat menyimpulkan prasangka kita. Simpulan peneliti berpotensi subjektif, namun setidaknya ia sudah menggali fenomena
terlebih dahulu ketimbang reaktif membuat asumsi.

Nah, pembaca bisa mendapat pembelajaran tersendiri dari metode fenomenologi ini, kendati belum pernah memakainya. Ialah: bagaimana kita memilih memahami sebuah fenomena terlebih dahulu, ketimbang tergesa-gesa menyimpulkan sesuatu. pemilihn untuk memahami ketimbang cepat men-judge, pengetahuanku tentang lika-liku manusia mengaya dalam diri. Sehingga itu dapat menjadi referensi bagiku bagaimana memperlakukan diri, menyikapi orang lain, bahkan memimpin tanggungan-tanggunganku kelak. 

Atau setidaknya ketika kita belum bisa menyelidiki, jangan membangun judgement. Tapi coba tanamkan sikap, “Aku nggak tahu apa-apa tentang dia. Secara manusiawi aku berprasangka ini dan itu, tapi prasangkaku belum tentu benar" Bukan berarti aku jadi membenarkan yang salah. Namun, aku belajar lebih bijak untuk memahami: mengapa ia bisa melakukan kesalahan itu? Seberat apa struggle hidupnya?

Oh, ya ketika kita sudah menyelidiki pun, menurutku, makna sebenarnya dari sebuah fenomena hanya mutlak diketahui oleh Yang Maha Kuasa. Kita hanya mampu menggali makna sedalam yang kita bisa.

Namun dengan modal “mau menggali”, menurutku kita akan lebih memahami sekeliling kita dengan bijak. Buku ini juga membahas rasio kemanusiaan yang mana mendalami post-moderninsme dan juga esensi tindakan manusia. Kita lebih mudah untuk kembali bersimpuh, Bermunajat, agar diberikan petunjuk dalam memahami apa yang perlu kita pahami. Bahkan tidak hanya untuk memahami, tapi diberi petunjuk untuk melakukan apa dari apa-apa yang telah dipahami.

No comments