Covinience Store Woman - Murata
Stasiun Hiiromachi selama 18 tahun lamanya. Dalam kesehariannya sebagai
staf toko, Keiko sangat menikmati berbagai aktifitasnya seperti
melayani pelanggan, menata produk di rak, menggunakan mesin kasir,
hingga memperbarui roti yang akan kadaluarsa di convenience store.
Sejak ia menjadi bagian dari staf toko di umur 18 tahun, Keiko merasa
hidupnya yang biasa berkembang. Ia seperti telah terjun masuk menjadi
salah satu bagian dari masyarakat normal. Meski keluarga dan
teman-temannya kerap kali menyinggung perihal rencana untuk menikah
bahkan berkeluarga — mengingat usia Keiko telah berada di paruh akhir
30, Keiko tidak benar-benar peduli. Baginya, pekerjaan sebagai staf toko
adalah segalanya. Dan ia sangat menikmati hal itu.
Hingga
suatu hari datang seorang pria bernama Shiraha yang baru saja direkrut
menjadi staf paruh waktu di toko tersebut. Kehadirannya membuat beberapa
perubahan, mulai dari menciptakan kekacauan dan kesalahan di toko
hingga Keiko berhenti bekerja sebagai staf toko dan tinggal serumah
bersama Shiraha. Eits, namun kehidupan Keiko tidak
berhenti sampai disana saja, masih banyak hal dalam kehidupan Keiko yang
dibumbui dalam novel ini.
Di
dalam buku ini, Keiko sebagai tokoh utama diceritakan memiliki karakter
yang pendiam, kaku, (sedikit) aneh, tidak terlalu memperdulikan orang
sekitar, namun senantiasa bekerja keras dan bertanggung jawab atas
pekerjaannya sebagai staf toko.
Uniknya,
saking kakunya karakter Keiko ini ia kerap kali menirukan ekspresi
wajah rekan sesama staf tokonya ketika mereka berbicara. Bagaimana
ekspresi rekannya tersenyum, tertawa, simpatik, Keiko belajar menirukan
ekspresinya dan menerapkan dalam kesehariannya. Inilah salah
satu kepribadian Keiko yang unik. Terbayang se-expressionless
apa seorang Keiko. Meski ia terlihat seperti manusia robot—karena
karakternya yang datar dan kaku, tetapi sebenarnya Keiko selalu berusaha
dengan maksimal dan gigih untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Hal
ini bisa dilihat melalui bagaimana cara Keiko yang selalu patuh akan
perintah atasannya, membantu sesama staf yang sedang kesulitan, serta
ketika mengucapkan “Irasshaimasé!” dengan lantang setiap kali pengunjung masuk toko.
Menjadi
staf toko selama 18 tahun lamanya memang terdengar membosankan. Apalagi
tidak jarang beberapa orang di sekitar kita yang sering memandang
rendah pegawai yang bekerja di toko. Banyak yang mengaku diawal pembacaan ini merasakan
prihatin dengan keadaan Keiko yang hanya bekerja sebagai staf toko dan
menjadikan itu pekerjaan utama selama bertahun-tahun. Tetapi setelah
dipikir-pikir, untuk apa prihatin? Dalam kehidupannya Keiko tampak
menikmati pekerjaannya dan tidak terlalu resah akan statusnya yang masih
lajang.
Review buku ini akhirnya ingin mengambil esensi dari novel yang merupakan kebahagiaan dalam kesendirian. Sebuah perasaan yang bisa dinikmati dan terkesan sangat personal dan intim.
No comments